Senin, 23 Maret 2015

Sepeda Roda Satu


Pada tahun 1886, keberadaan sepeda disempurnakan oleh German Baron Karl von Drais, dimana sejak 1816 telah berkendara sepeda saat bekerja. Baron lah yang mempatenkan design sepeda beroda satu tersebut, dan saat ini masih bisa terlihat di museum Paleis het Loo di Apeldoorn Belanda.

Pada tahun 1840 Scottish blacksmith Kirkpatrick MacMillan bekerjasama dengan von Drais menambahkan mesin pada roda untuk mengendarai sepeda.Sepeda roda satu (unicycle) sudah kita kenal sejak kecil sebagai satu perlengkapan si badut beratraksi didepan kita. Kita dibuat tertawa ketika melihat aksi konyol kelompok sirkus itu.

Mereka sering memadukan beberapa atraksi dengan sepada roda satu ini. Sering kali badut berpura-pura bodoh tak bisa menaiki sepeda roda satu, membuat aksi jatuh yang merupakan bagian dari trik untuk melucu lalu tiba-tiba mereka bisa menaikinya dan membuat atraksi dengan juggling, menggendong badut yang lain, lompat tali, dan lain sebagainya. Kita sering terpukau oleh tingkahnya. Klekatan sepeda roda satu dengan dunia sirkus membuat banyak orang menyebut sepeda ini sebagai “sepeda sirkus”.

Inspirasi sepeda roda satu berasal dari popularitas Penny Ferthing selama akhir abad 19. Karena pedal dan cranks yang terhubung langsung ke Axle roda depan, roda belakang terhubung dengan headtube. pengendara akan menaikinya dengan bergerak sedikit ke depan. Banyak pemilik Penny Ferthing yang kemudian membuang frame dan hanya naik roda depan dan setang. Bukti teori itu dapat kita temukan dalam gambar-gambar dari akhir abad 19 yang menunjukkan bahwa sepeda roda satu mulai ditemukan dengan roda yang besar. Selama akhir 1980-an beberapa olahragawan ekstrem menaruh minat pada Sepeda roda satu dan mulai off-road unicycling (Muni atau Mountain Unicycling).

Sekarang ini telah banyak kemunculan berbagai variasi type atas bentuk dasar sepeda roda satu, seperti: seatless (hanya roda utama yang terhubung dengan pedal tanpa ada seatpost, fork, saddle. Sering disebut ultimate wheel) dan tall unicycles (giraffe unicycles; unicycles dengan seatpost yang tinggi ditengahnya terdapatnya crankset dan pedals, crankset terhubung dengan rantai pada fixedgear yang menempel di hub roda. Persis seperti sepeda fixedgear).

Seperti sepeda roda dua, sepeda roda satu memiliki kekurangan stabilitas saat tegak dikendarai (track stand), dan sepeda akan stabil hanya dalam keadaan dikayuh. Jika sepeda roda dua menyeimbangkan ke kanan dan ke kiri, untuk menyeimbangkan sepeda roda satu tak cukup hanya itu, kita juga perlu menyeimbangkanke depan dan kebelakang. Eksperimentasi dan analisis matematis telah menunjukkan bahwa sepeda roda satu tetap tegak ketika mengarahkan untuk menjaga roda yang di bawah pusat massa (pendulum teori kontrol invers). Kemudi ini diberikan oleh pengendara.

Keterpukauan kita dimasa kanak-kanak dulu ketika melihat orang sepeda roda satu ini mungkin salah satunya karena kita bingung bagaimana orang itu bisa mengendarai sepeda ini. Ada banyak metode atau pelatihan yang mudah dan nyaman untuk mengendarai sepeda roda satu. Salah satu metode untuk pelatihan adalah menggunakan spotter untuk membuat lebih mudah naik.

Salah satu cara mudah lain untuk belajar adalah untuk menemukan lorong sempit yang dapat digunakan untuk membantu meringankan menyeimbangkan kiri dan kanan sementara memungkinkan seorang pemula untuk fokus pada keseimbangan maju dan mundur. Jika lorong tidak dapat ditemukan, besi pagar atau tembok bisa digunakan. Cara lain, naik sepeda roda satu bisa diantara dua kursi, tangan sementara berpegangan pada punggung kursi memungkinkan pengguna untuk mengukur cara tepat posisi dirinya sendiri sebelum mengayuh sepeda roda satu.

Dalam rangka untuk mengendarai sepeda roda satu kita harus sadar dan siap melakukan koreksi setiap kali terjatuh. Sementara untuk menjaga posisi tegak (track stand) saja cukup sulit, ini menjadi dasar yang wajib dikuasai pengendara sepeda roda satu. Setelah pengendara dapat bergerak mereka mengalami pergeseran pusat gravitasi mereka menjadi maju dari titik kontak roda untuk mempercepat kayuhan, dan mengayuh kebelakang untuk mengurangi kecepatan, dan menjaga pusat gravitasi mereka agar titik kontak bertahan dengan kecepatan konstan.

Tetapi secara signifikan (dan kontra intuitif) cara yang paling signifikan untuk mempengaruhi percepatan yang bekerja pada pusat pengendara gravitasi adalah dengan menyesuaikan kecepatan mengayuh dan arah, dan dengan demikian titik kontak tetap terjaga, bukan dengan bersandar pada tubuh pengendara. Ini merupakan tantangan yang cukup segar bagi para pesepeda untuk dapat menguasai keliaran sepeda roda satu.

Di Yogyakarta sendiri sepeda roda satu belum populer sebagaimana di kota-kota lain dibelahan dunia. Disamping masih susahnya mendapatkan atau membeli sepeda roda satu-nya di toko-toko sepeda terdekat juga masih banyak asumsi bahwa sangat susah mengendarai jenis sepeda ini maka banyak orang yang mengurung niatnya untuk belajar mencoba sepeda sepeda roda satu ini. Beberapa orang terpaksa membangun sepeda roda satu ini sendiri dengan caranya mereka sendiri, karena ketidak tersediaan barang dan juga masih mahalnya sepeda ini. Masih bisa dihitung jumlah orang/pengendara entah untuk hoby atau emang untuk kerja (badut sirkus) di Yogyakarta.

Beberapa tahun yang lalu, di desa Pucunggrowong Imogiri ada 10-an anak (sekarang mereka sudah dewasa) yang mampu menggunakan sepeda roda satu, persoalannya mereka tak mempunya sepeda roda satu-nya. Di kota Yogyakarta sendiri mungkin sekitar 5 orang (yang saya ketahui) yang mempunyai sepeda roda satu (membuat sendiri atau beli jadi) dan mampu menggunakannya. Fenomena unicyclist di Yogyakarta masih tergolong sepi, semoga kedepan masih akan terus bertambah lagi.

Mengendarai sepeda roda satu memang satu kemahiran yang unik. Membutuhkan tingkat keseimbangan yang tinggi pada pengendaranya. Maka muncul istilah di dunia sepeda roda satu. Unicyclist are well-balanced people.