Angka NOL |
Di keseharian sesungguhnya kita tidak membutuhkan angka nol, benar-benar tidak butuh. Ketika anda ditanya, ‘Punya berapa jerukkah anda ?’, maka anda akan cenderung untuk mengatakan ‘Saya tidak punya jeruk’ ketimbang mengatakan ‘Saya mempunyai nol jeruk’. Ketika kita mempunyai seorang adik dan ditanya ‘Berapa tahun umur adikmu itu ?’. Maka kita lebih memilih untuk menjawab ‘Umurnya baru 1 bulan’ daripada harus menjawab dengan ’Umurnya baru 0 tahun’. Inilah masalahnya, karena dalam prakteknya kita sama sekali tidak memerlukan angka nol.
Maka dalam waktu yang sangat lama
pada sejarah perjalanan manusia, angka nol tidak muncul. Dan ternyata angka nol
sendiri relative belum terlalu lama ditemukan, karena memang ‘tidak
penting’.
Petunjuk mengenai awal
manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom tahun 1930 dalam
sebuah potongan tulang serigala – ternyata mereka lebih bernyali, karena kita
lebih memilih untuk menggunakan media kertas dibading tulang serigala – yang
diperkirakan berumur 30.000 tahun.
Terserah anda akan
membayangkan seperti apa 30.000 tahun yang lalu itu dan bagaimana kita hidup
jika telah dilahirkan pada masa itu.
Pada potongan tulang itu
ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang
terdiri atas lima. iiiii iiiii iiiii. Entah apa yang telah
dihitung oleh Manusia gua Gog. Apakah ia sedang menghitung berapa lalat yang
telah ia lahap, ataukah sudah berapa lama ia tidak mandi, entahlah. Dan pada
zaman ini angka nol sama sekali belum muncul, karena memangnya untuk apa ?
Jauh sebelum zamannya si Gog,
diperkirakan manusia baru mengenal angka satu dan banyak atau satu, dua dan
banyak. Pada saat ini ternyata masih ada yang menggunakan sistem ini, yaitu suku
Indian Sirriona di Bolivia dan orang-orang Yanoama di Brasil.
Ternyata seiring berjalannya
waktu, mereka mulai merangkai angka yang sudah ada. Suku Bacairi dan Baroro
memiliki system hitung ‘satu’, ‘dua’, ‘dua dan satu’, ‘dua dan dua’, ‘dua dan
dua dan satu’, dst. Mereka memiliki system angka berbasis dua dan kita sekarang
menyebutnya dengan system biner – saat ini kita sering mempelajarinya jika kita
mempelajari system hitungan yang digunakan komputer. Saat ini pun kita
menuliskan sebelas sebagai sepuluh dan satu, dst.
Sekarang kita menyebut system
basis lima yang
digunakan si Gog adalah system quiner. Mengapa Gog memilih lima sebagai basisnya, dan
bukannya basis empat atau enam ? Toh, basis berapapun yang dipilih, maka system
penghitungan akan tetap bisa dilakukan.
Tampaknya ini dipilih karena
manusia sajak dari dulu sampai sekarang memiliki lima jari di setiap tangan. Penyebutan Baroro
untuk ‘dua dan dua dan satu’ adalah ‘seluruh jari tangan saya’ dan masyarakat
Yunani kuno menyebut proses penghitungan dengan fiving – melimakan. Tapi sampai
saat itu angka nol tetap belum muncul, karena kita tidak perlu mencatat dan
mengatakan ‘nol serigala’ dan ‘nol adik kita’ bukan ?
Sejak masa Gog manusia terus
mengalami kemajuan. Kembali kita menelusuri mesin waktu, lima ribu tahun yang lalu, orang-orang Mesir mulai membuat
tanda untuk menunjukkan ‘satu’, tanda lain untuk menunjukkan ‘lima’, dsb. Sebelum masa
piramida, orang-orang Mesir kuno telah menggunakan gambar untuk system bilangan
desimal – basis sepuluh, jari dua tangan saya – mereka. Bangsa Mesir
akan menggambar enam simbol untuk mencatat angka seratus dua puluh tiga ketimbang menggambar 123 garis. Bangsa Mesir dikenal sangat menguasai matematika. Meraka pakar perbintangan dan pencatat waktu yang handal dan bahkan sudah menciptakan kalender. Penemuan sistem penanggalan matahari
merupakan terobosan besar dan ditambah dengan penemuan seni geometri . Meskipun
mereka sudah mencapai matematika tingkat tinggi, namun angka nol ternyata belum
muncul juga di Mesir. Ini dikarenakan mereka menggunakan matematika untuk
praktis dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang tidak berhubungan dengan
kenyataan.
Kemudian kita berpindah ke
Yunani. Sebelum tahun 500 SM, mereka telah memahami matematika dengan lebih baik
dibandingkan Mesir. Mereka juga menggunakan basis 10. Orang Yunani , sebagai
contoh, menuliskan angka 87 dengan 2 simbol, dibandingkan dengan Mesir yang
harus menuliskannya dengan 15 simbol, yang justru mengalami kemunduran pada
angka Romawi yang memerlukan 7 simbol – LXXXVII.
Jika bangsa Mesir menganggap
matematika hanyalah alat untuk mengetahui pergantian hari – dengan sistem
kalender – dan mengatur pembagian lahan – dengan geometri – , maka orang Yunani
memandang angka-angka dan filsafat dengan sangat serius. Zeno yang melahirkan
paradoks ketertakhinggaan dan Pytagoras yang sangat kita kenal dengan teorema
segitiga siku-sikunya – yang belakangan diketahui bahwa rumus ini sebenarnya
sudah diketahui sejak 1000 tahun sebelumnya, dilahirkan di sini.
Kita juga mengenal Aristoteles
dan Ptolomeus. Mereka dikenal dengan filsafatnya – yang tidak kita bahas dulu,
karena akan sangat panjang – walaupun demikian, mereka juga tidak menemukan
angka nol. Angka nol tetap belum ditemukan sampai saat ini.
Kembali ke dunia timur,
Babilonia – Iraq sekarang – ternyata memiliki
sistem hitung kuno yang jauh lebih maju. Mereka menggunakan sistem berbasis 60,
seksagesimal , sehingga mereka memiliki 59 tanda. Yang membedakan sistem ini
dengan Mesir dan Yunani adalah, bahwa sebuah tanda dapat berarti 1, 60, 3600
atau bilangan yg lebih besar lainnya. Merekalah yang mengenalkan alat bantu
hitung abax – soroban di Jepang, suan-pan di China, s’choty di Rusia, coulbadi
di Turki, dll yang di sini kita sebut dengan sempoa). Sistem hitung mereka
seperti sistem kita saat ini dimana 222 menunjukkan nilai ‘dua’, ‘dua puluh’ dan
‘dua ratus’. Begitu juga simbol i menunjukkan ‘satu’ atau ‘enam puluh’ dalam dua
posisi yang berbeda.
Orang Babilonia tidak memiliki metode untuk menunjukkan
kolom-kolom yang tepat bagi simbol-simbol tertulis, sementara dengan abakus hal
ini lebih mudah ditunjukkan angka mana yang dimaksud. Sebuah batu yang terletak
di kolom kedua dapat dibedakan dengan mudah dari batu yang terdapat di kolom
ketiga dan seterusnya. Dengan demikian i dapat berarti 1, 60 atau 3600 atau
nilai yang lebih besar. Sehingga ii dapat lebih kacau lagi, karena bsa berarti
61, 3601, dsb. Maka diperlukan penanda dan mereka menggunakan ii sebagai tempat
kosong, sebuah kolom kosong pada abakus. Sehingga sekarang ii berarti 61 dan
iiii berarti 3601. Walaupun mereka telah menemukan penanda kolom kosong dengan
ii, namun sesungguhnya angka nol tetap saja belum muncul pada kebudayaan ini.ii
tetap tidak mempunyai nilai numerik tersendiri.
Maka ketika kita meninggalkan
kebudayaan-kebudayaan di atas, tetap saja belum kita temukan angka nol dan dari
titik ini kita akan mengalami percabangan untuk menentukan siapa sebenarnya
penemu sang angka nol. Asal mula matematika di India
masih samar. Sebuah teks yang ditulis pada tahun 476 M menunjukkan pengaruh
matematika Yunani, Mesir dan Babilonia yang dibawa Alexander saat penaklukannya.
Suatu ketika pakar Matematika India mengubah sistem hitung mereka
dari sistem Yunani ke Babilonia tetapi berbasis sepuluh. Namun dari referensi
pertama bilangan Hindu yang berasal dari seorang Uskup Suriah pada tahun 662
menyebutkan bahwa mereka menggunakan 9 tanda dan bukannya sepuluh.
Dengan jatuhnya kekaisaran
Romawi pada abad VII, Barat pun mengalami kemunduran dan Timur mengalami
kebangkitan. Selama bintang Barat tenggelam di balik cakrawala, bintang lainnya
terbit, Islam.
Setelah Rasulullah Muhammad
saw wafat maka dimulailah masa Khulafur Rasyidin yang dipimpim oleh Khalifah Abu
Bakar Ash Shiddiq ra, Amirul Mukminin Umar Bin Khattab Al Faruq ra, Amirul
Mukminin Usman Bin Affan Dzunnurrain ra dan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib
kw. Dan saat ini Islam telah tersebar mencapai Mesir, Suriah, Mesopotamia dan
Persia dan juga Yerusalem. Pada tahun
700 M, Islam telah mencapai sungai Hindus di Timur dan Algiers di Barat. Tahun
711 M, Islam telah menguasai Spanyol sampai ke wilayah Prancis dan di tahun 751
M telah mengalahkan Cina. Dan di Spanyol yang lebih dikenal dengan Andalusia, mengalami puncak kejayaanya pada abad VIII.
Pada abad IX, Khalifah Al
Ma’mun mendirikan perpustakaan megah, Bayt Al Hikmah – Rumah Kebijaksanaan. Dan
salah satu ilmuwan terkemukannya adalah Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi.
Tulisan pentingnya antara lain Al-Jabr Wa Al-Muqabala dan dari sinilah muncul
istilah aljabar – penyelesaian. Dan juga menyebarkan Algoritma dari kata
Al-Khawarizmi.
Dan dari sinilah bangsa-bangsa di belahan dunia lain akan mengikuti sistem bilangan arab yang baru. Bilangan yang terdiri atas sepuluh tanda. Dan akhirnya angka nol pun muncul dan selesailah perjalanan kita. Dan kita tetap belum tahu secara pasti apakah angka nol pertama muncul di India ataukah di Andalusia ataukah di Arab. Namun suatu hal yang pasti, ia baru muncul pada abad – minimal – VI atau bahkan lebih. Wallahu ‘alam.
Misteri Bilangan Nol
RATUSAN tahun yang lalu, manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan yakni 1, 2, 2, 3, 5, 6, 7, 8, dan 9. Kemudian, datang angka 0, sehingga jumlah lambang bilangan menjadi 10 buah. Tidak diketahui siapa pencipta bilangan 0, bukti sejarah hanya memperlihatkan bahwa bilangan 0
Bilangan nol tunawisma ?
Bilangan
disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus . Pada titik awal adalah
bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar
di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke
kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki (dan
birokrasi bilangan), seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju
angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga.
Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini
bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar
terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Lain lagi. Jika
seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa
melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah
pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa,
karena bukankah titik nol sesuatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit
dipercaya?
Mari kita lihat lebih jauh. Perhatikan garis bilangan , di antara dua bilangan atau antara dua buah titik terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas , ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas.
Jadi, bilangan nol berada di awang-awang.Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang tidak pernah bisa berangkat dari angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat dari angka 1.
Mudah, tetapi salah
Guru meminta Ani
menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir
bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung.
Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati
garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa
membuat garis itu.
Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol.
Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-0)/3=8
(dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh
y=(25-3.0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa
kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu
salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa
diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah
yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru,
gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani
membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai
25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh
3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan
yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik
pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa
pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ
adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui
titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang
murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang berada dalam garis PQ.
Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat, sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.
Bergerak, tetapi diam
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya sekuat-kuat kita bisa menyebutnya sampai sedemikian kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa lagi disebut atau tidak terhingga dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi, ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil? Padahal, nol mewakili sesuatu yang tidak ada? Waw. Begitulah.
Berdasarkan
konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan pada Gambar 1a tidak
sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika
seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus
melompati terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah
bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2.
Tetapi, anda tidak boleh melompati ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang
lebih kecil, yakni 1/4. Seterusnya selalu ada bilangan yang lebih dekat... yakni
0,1 lalu ada 0,01,
0,001, ..., 0,000001. demikian
seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1
adalah bilangan yang demikian kecilnya sehingga dianggap saja nol. Karena
bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, makaAnda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2?
Zero
Bilangan nol yang kita kenal sekarang memiliki perjalanan yang cukup panjang. Perjalanan ini bisa kita telusuri dari asal katanya. Dalam bahasa Inggris, bilangan nol disebut zero. Kata zero ini berasal dari kata bahasa Italia, zefiro yang diserap dari bahasa Arab, safira yang berarti kosong.
Perujukan bahasa Inggris ke bahasa Italia, kemudian dari bahasa Italia ke bahasa Arab menunjukan perjalanan konsep nol yang dibawa oleh Leonardo Pisano. Matematikawan Italia ini belajar bilangan Hindu-Arab ke Aljazair, dan kemudian menyebarkannya ke daerah Eropa. Karena itulah ruang kosong yang sebelumnya digunakan untuk menyatakan bilangan nol, berasal dari bahasa Arab.
Guna mendalami pemaknaan angka, Agus membaca buku Khazanah Orang Besar Islam: dari Penakluk Yerusalem sampai Angka Nol. Di buku tersebut ia berkenalan dengan ilmuwan Persia abad ke-9, Mohamad bin Musa al Khawarizmi, yang dikenal sebagai ‘Ayah’ ilmu Aljabar berkat bukunya, Kitab al-Jabr, yang menjadi acuan ilmuwan Eropa. Pentingnya penemuan angka nol menggugahnya untuk menciptakan seri lukisan 0, 0, 0.
Konsep angka nol dalam khazanah ilmu matematika modern berasal dari kata Arab safira (itu kosong) atau sifr (nol, atau kosong) yang dipakai sebai terjemahan kata Sansekerta śūnya yang berarti kosong atau hampa.
Ilmu angka merupakan alat, sarana untuk mencapai sesuatu. Agus memakai angka untuk mengingatkan kita pada keindahan dan estetika, salah satu ciri khas kemanusiaan. Di Eropa, ketika desimal nol Hindu dan matematika baru yang dimungkinkan olehnya menyebar dari dunia Arab, kata-kata yang memiliki akar kata sifr (seperti cypher yang berarti kode atau kunci rahasia) merujuk bukan hanya pada perhitungan, tapi juga pada pengetahuan yang diluhurkan.
Pada saatini ilmu pengetahuan, khususnya matematika, berkiblat ke negeri Barat (Eropa dan Amerika). Kita hampir tidak pernah mendengar ahli matematika yang berasal dari negeri Timur (Arab Muslim, India, Cina). Yang paling populer kita dengar sebagai matematikawan Arab Muslim yang mempunyai kontribusi terhadap perkembangan matematika adalah Al-Khawarizmi, dikenal sebagai bapak Aljabar, memperkenalkan bilangan nol (0), dan penerjemah karya-karya Yunani kuno.
Apakah benar hanya itu kontribusi negeri-negeri timur (khususnya umat Islam) terhadap perkembangan matematika?
Nol, Pengisi Kekosongan yang Membingungkan
Kenapa bukan 1, atau 2, atau 3. Atau angla 7 yang dianggap keramat oleh sebagian kelompok agama dan budaya di dunia. Kenapa justru angka nol yang masih misterius hingga kini dan memusingkan kepala ahli matematika dunia. Orang pernah ribut soal kapan manusia memasuki Milenium Ketiga dengan resiko milenium bugnya. Gara-gara angka nol, ahli hitung bersilat lidah tenteng permulaan tahun Masehi.
Jika berpijak pada skala bilangan 0 sampai 9, milenium ketiga jatuh pada hari pertama tahun 2000. Tetapi bila skala bilangan dimulai dari 1 sampai 10, abad baru itu dibuka pada tanggal 1 Januari 2001. Angka 0 dianggap mempunyai nilai yang pasti sehingga 1+0=1. Tapi ada yang menganggap 0 identik dengan tak berhingga (~), karena memiliki nilai yang tidak pasti. Coba saja kalikan sebuah bilangan dengan nol. Mengapa hasilnya menjadi tidak ada alias nol? Komputer canggih sekalipun akan berasap jika menghitung sebuah bilangan dibagi nol.
Kebingungan itu berhulu dari apakah nol termasuk sebuahnperlambang angka atau bilangan yang turut serta dalam operasi perhitungan?(jawabnya turut serta dalam operasi perhitungan-MATKITA.com). Bila menilik sejarah tak ada yang tahu dengan pasti kapan simbol ketiadaan ini pertama kali muncul. Ratusan tahun yang lampau manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan, yakni 1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Kemudian datang sang pembuat kontrversi, angka 0.
Ada yang mengatakan nol memulai kisah sejarahnya dari Mesir. Lain pihak menyatakan angka ini pertama kali mucul lewat sejarah Babylonia, wilayah Irak sekarang, dan menyebar ke Jazirah Arab serta India. Pertama kali ia hanya dijadikan lambang pelengkap dari deretan bilangan: nol sebagai angka 0 dan sebagai tanda pengisi tempat kosong dalam sistem bilangan. Bedakan antara 2106 dan 216.
Semula angka masih berupa angan yang abstrak, yang konsepnya jauh dari konkrit. Orang menyebut gucangan mental ketika menemukan lima kuda menjadi 5 kuda begitu dibubuhkan diatas kertas. Bangsa Babylonia yang menorehkan itu pertama kali, selama lebih 1.000 tahun tak peduli dengan keambiguan nol. Orang-orang Kish, nama tempat di Selatan Irak sekarang, sekitar 700 tahun sebelum Masehi menggunakan tanda tiga pengait untuk mengisi tempat kosong diantara posisi angka. Di belahan dunia lain, bangsa Yunani kuno memakai penanda tempat kosong dalam deret bilangan. Dipelopori oleh Ptolemius, ahli algoritma, merasa memperkenalkan nol dengan bentuk 0 seperti sekarang ini pada 130 Masehi.
Meski baru menggunakan lambang 0 untuk menandai nol pada 876 Masehi, Aryabhata, matematikawan India, telah memasukkan nol dalam sistem perhitungan bukan sekedar tempat kosong. Lewat tiga serangkai Brahmagupta, Mahavira dan Bhaskara lahirlah operasi aritmatika yang mengikutsertakan nol. Mereka menghasilkan risalah yang merupakan karya hebat masa itu: nol ditambah dengan bilangan negatif hasilnya bilangan negatif dan bilangan positif ditambah nol hasilnya positif. Nol dikurangi bilangan negatif hasilnya positif, nol dikurangi positif hasilnya negatif dan nol ditambah nol hasilnya nol. Begitu pula hasil perkalian dan pembagian dengan nol, yang hasilnya sama dengan yang dikenal sekarang.
Kerja brilian matematikawan India ini berembus ka Barat, tepatnya Jazirah Arab. Dan ke Timur, tepatnya di Cina. Di Irak orang menyebut Ibnu Ezra yang hidup pada abad 12 Masehi, di Cina Chu Shih Chieh yang hidup pada abad 13 dan Fibonacci pada abad ke 12 di Italia, yang memperkenalkan dan mengembangkan penggunaan nol sebagai tanda dan perhitungan. Patut dicatat sumbangan suku maya yang mendiami selatan Meksiko pada 665 Masehi yang mengawali angka nol lewat satuan nilai berbasis 20. Pada 1600 penggunaan nol telah meluas di dunia.
Hingga kini nol masih berselaput misteri. Nol berguna untuk membedakan 5,50,500. Nol nyata sebagai angka, tapi perdebatan tak jua usai saat 5 dibagi 0. Ajukan pertanyaan ini dan anda menemukan kernyitan dahi.
Keajaiban Nol
Empat ribu lima ratus. Angka 4.500
adalah harga premium terkini. Bagi bangsa ini, angka ini lebih dari sekadar
gambaran harga bahan bakar. Dia menceritakan banyak hal. Soal ketakberdayaan
pemerintah, tren harga minyak dunia, kesemrawutan manajemen Pertamina, atau
kegelisahan masyarakat di negeri ini.
Beberapa hari atau pekan ini,
angka-angka menjadi momok yang menakutkan. Apalagi kalau kita giat berkeliaran
di pasar. Pematokan harga atas beras, minyak, ikan, ayam, ketela ataupun bayam
dengan nominal yang kian membesar, benar-benar menegangkan syaraf
kepala.
Untuk mengurangi ketegangan, untuk sementara mari kita lepaskan
dulu angka-angka itu dari urusan minyak dan barang-barang kebutuhan pokok
lainnya. Kita bercerita soal angka yang sudah digemari sejak zaman dahulu
kala.
Bukan hanya orang Athena, bangsa-bangsa yang mendiami lembah Nil, Tigris, Yangstse, Gangga ataupun Amazon juga sudah terbiasa dengan angka-angka. Bahkan, mereka sudah secara detil menggunakannya untuk ukuran bangunan sekelas Sphinx di Mesir, atau untuk membuat tata kota seteratur Troya atau Roma.
Angka dan risiko
Tapi menurut ahli sejarah manajemen risiko Peter L. Berstein dalam bukunya Against The Gods, bangsa-bangsa tua itu belum pernah menggunakan angka-angka itu untuk menghitung risiko. Setiap kali ada persoalan hidup, mereka tidak pernah mengoptimalkan angka-angka. Mereka malah buru-buru ke orakel.
Di sana ada peramal yang menjelaskan hidupnya bukan atas dasar realitas, tapi menurut aturan para dewa.Menurut keyakinan mereka, ada banyak sekali dewa yang ikut mengurus persoalan hidup manusia. Para dewa ikut memainkan dadu-dadu kehidupan, sehingga mereka tak pernah berpikir menggunakan hitungan peluang atau teori probabilitas. Disiplin itu baru tercipta ribuan tahun kemudian
Dalam sejarah peradaban Eropa, urusan angka-angka mulai
tampil secara meyakinkan tahun 1202 seiring terbitnya buku Liber Abaci, atau
Book of the Abacus. Buku ini pertama kali beredar di Italia melalui penulisnya
Leonardo Pisano, atau lebih dikenal dengan nama samaran Fibonacci.
Dalam
buku ini, dia memperkenalkan kepada masyarakat Eropa angka nol dan kelipatan
sepuluh yang kemudian mempengaruhi imajinasi numeral bangsa itu. Keajaiban angka
nol itu bukan temuan Fibonacci. Dia sendiri menyerapnya dari para sarjana Arab
ketika dia mengunjungi Bugia, salah satu kota di Aljeria.
Di Arab, saat itu
matematika sudah sangat maju. Mereka berhasil menterjemahkan buku-buku
matematika Yunani dan mengembangkan ilmu aljabar. Tapi, angka nol itu sendiri
tidak lahir di jazirah Arab. Nol diambil dari India ketika
Islam melakukan ekspansi ke kawasan itu.
Di India, nol disebut sunya,
lalu menjadi cifr dalam kosa kata Arab. Adalah al-Khowarizmi yang mengembangkan
sistem angka dan matematika ini di dunia Arab. Konon kata logaritma berasal dari
nama ahli ini. Ahli Arab yang hidup sekitar tahun 825-atau empat ratusan tahun
sebelum Fibonacci-inilah yang pertama menciptakan rumusan pengurangan,
penjumlahan atau pun perkalian.
Memang dalam sistem ini, nol tak bersentuhan dengan hidup sehari-hari. Filsuf Inggris Alfred North Whitehead memberi penjelasan berikut: Nol tak pernah kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tak pernah ada orang yang ke pasar untuk membeli 'nol ikan'. Nol hanya dipakai untuk melengkapi angka-angka kardinal dan memaksa kita untuk menyempurnakan model-model berpikir
Nol dan peradaban
Memang betapa terbatasnya pemikiran matematis tanpa nol. Ketiadaan nol terbukti menjadi hambatan luar biasa bagi peradaban Romawi maupun Yunani. Angka sembilan [9] yang sederhana itu harus ditulis dengan agak rumit oleh orang Romawi dengan IX. Mereka juga tak bisa menulis 32 dengan III II. Karena itu bisa ditafsirkan macam-macam, bisa 32, 302, 3020 atau kombinasi lain yang lebih besar dari 3 dan 2.
Sistem numerik seperti ini jelas sulit
dikembangkan untuk sebuah kalkulasi yang rumit. Begitu juga sistem angka dalam
peradaban Yunani. Setiap angka dari 1 sampai dengan 9 memiliki abjadnya
masing-masing. Misalnya simbol 'pi' dari abjad penta untuk mewakili 5, 'delta'
dari abjad 'deca' untuk 10 dan 'rho' untuk 100. Bisa dibayangkan 115 harus
ditulis 'rho-deca-penta'.
Memang menyulitkan mengemas sistem angka-angka
Yunani dan Romawi sebagai alat untuk menyelesaikan persoalan hidup. Terutama
untuk menghitung risiko dengan mengembangkan teori peluang dan probalitas. Tapi,
persoalan bukan saja pada kehadiran angka nol.
Menurut Bernstein
keyakinan bahwa kejadian sehari-hari diatur oleh para dewa tidak menjadi lahan
yang subur bagi angka-angka. Yang maju justru kegiatan peramalan di orakel untuk
mengetahui nasib dan masa depan mereka.
Hal yang hampir mirip, menurut
dia, terjadi pada masyarakat Arab. Kepercayaan yang luar biasa pada pada takdir
Ilahi, membuat keajabaian nol tidak berkembang secara optimal.
Keajaiban
itu justru terjadi ketika nol yang diambil dari dunia Arab oleh Fibonacci
disemaikan dalam alam Renaissance. Dalam semangat Renaissance, masyarakat Eropa
diberi kebebasan untuk berpikir dan melihat persoalan hidupnya lepas dari
kungkungan Ilahi. Bagi mereka, hidup adalah rentetan hubungan sebab dan
akibat.
Karena hubungan sebab akibat itu, maka manusa bisa meneliti
sebab-sebab yang terus berulang. Penelitian atas sebab-sebab ini sangat penting
untuk bisa memperkirakan apa yang terjadi di kemudian hari.
Untuk
kepentingan itu, para ahli Barat berusaha menggunakan angka-angka itu untuk
menghitung peluang dan kemungkinan. Konon, dengan sebuah kalkulasi dan rumusan
yang tepat, manusia bisa menggunakan angka-angka itu meminimalkan risiko
hidupnya.
Di kepala Pascal, Leibniz dan kemudian John Maynard Keynes,
Harry Markowitz dan puluhan kepala lainnya, sistem hitungan dengan keajaiban nol
itu berkembang dengan sangat pesat. Termasuk aplikasinya untuk menghitung
risiko, termasuk risiko investasi.
Teori-teori investasi dan
diversifikasi yang dikembangkan sarjana Barat tak mungkin terjadi tanpa sistem
angka yang dipelajarinya dari dunia Hindu-Arab. Tapi, nol itu tak pernah menjadi
benar-benar ajaib tanpa dibarengi sikap bebas, menghargai akal dan lepas dari
pengaruhi mistik dan perdukunan.
Tentu saja Keynes dan kawan-kawan pun
sadar kalau hidup tak pernah sepenuhnya dirumuskan dalam angka-angka. Ada misteri, ada keliaran
yang tak pernah digenggam secara sempurna oleh otak manusia.
Karena itu,
Keynes mengingatkan bahwa teori probabilitas hanya bisa menjadi pedoman dalam
kehidupan kalau ada keyakinan bahwa tindakan yang didasarkan pada teori ini
adalah hal yang rasional, dan ketergantungan padanya dapat memberi
manfaat.
Memang keajaiban nol tak bisa menjawab semua persoalan. Apalagi
kalau memang angka-angka itu tak pernah dihitung dan dikemas secara benar.
Jangan-jangan 'nol' dalam angka 4.500 pun bukan sebuah keajaiban, tapi adalah
aib bagi negeri ini.
Kisah angka nol
Konsep bilangan nol telah berkembang sejak zaman Babilonia danYunani kuno, yang pada saat itu diartikan ke sebagai ketiadaan dari sesuatu. Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus berkembang dari waktu waktu.
Hingga pada abad ke-7, Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol. Sifat-sifatnya adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah tetap, demikian pula sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi nol. Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah, ketika berhadapan dengan pembagian oleh bilangan nol. Hal ini terus menjadi topik penelitian pada saat itu, bahkan sampai 200 tahun kemudian. Misalnya tahun 830, Mahavira (India) mempertegas hasil- hasil Brahmagupta, dan bahkan menyatakan bahwa “sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal. Tetapi, hal ini tetap harus sangat dihargai untuk ukuran saat itu.
Ide-ide brilian dari matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal ketika matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India) yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.Al-Khawarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem bilangan desimal.
Zaman Kegelapan
Sebenarnya stagnasi ilmu pengetahuan tidak pernah terjadi, yang terjadi adalah berpindahnya pusat-pusat ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat bahwa setelah Yunani runtuh, muncul era baru, yaitu era kejayaan Islam di tanah Arab. Hal ini berakibat bahwa perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan berpusat dan didominasi oleh umat Islam-Arab. Yang dimaksud dengan Arab di sini meliputi wilayah Timur Tengah, Turki, Afrika utara, daerah perbatasan Cina, dan sebagian dari Spanyol, sesuai dengan wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam pada saat itu.
Khalifah Harun Al-Rashid, khalifah kelima pada masa dinasti Abassiyah, sangat memerhatikan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa kekhalifahannya, yang dimulai pada sekitar tahun 786, terjadi proses penerjemahan besar-besaran naskah-naskah matematika (juga ilmu pengetahuan lainnya) bangsa Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Bahkan khalifah berikutnya, yaitu khalifah Al-Ma’mun lebih besar lagi perhatiannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa kekhalifahannya di Bagdad didirikan Dewan Kearifan, yang menjadi pusat penelitian dan penerjemahan naskah Yunani.
Beasiswa disediakan bagi para penerjemah dan umumnya mereka bukan hanya ahli bahasa, tetapi juga merupakan ilmuwan yang ahli dalam matematika. Misalnya Al-Hajjaj menerjemahkan naskah Elements (berisi kumpulan pengetahuan matematika) yang ditulis Euclid. Beberapa penerjemah lainnya misalnya Al-Kindi, Banu Musa bersaudara, dan Hunayn Ibnu Ishaq.
Seperti yang banyak dikemukakan ahli sejarah matematika, terutama yang ditulis oleh orang Barat, kontribusi Muslim bagi perkembangan matematika adalah terbatas pada aktivitas penerjemahan naskah Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Banyak ahli sejarah matematika yang tidak menampilkan tentang sumbangan besar Muslim terhadap perkembangan matematika, baik karena sengaja atau ketidaktahuannya.
Namun tidak sedikit pula ahli sejarah matematika dari Barat yang lebih objektif dalam mengemukakan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi. Dalam satu sumber yang ditulis oleh J. J. O’Connor dan E. F. Robertson dikatakan bahwa dunia barat sebenarnya telah banyak berutang pada para ilmuwan/matematikawan Muslim. Lebih lanjut bahwa perkembangan yang sangat pesat dalam matematika pada abad ke-16 hingga abad ke-18 di dunia barat, sebenarnya telah dimulai oleh para matematikawan Muslim berabad-abad sebelumnya.
Kontribusi matematikawan Muslim
Salah seorang matematikawan
brilian pada masa permulaan adalah Al- Khawarizmi. Selain
kontribusinya seperti yang telah dikemukakan, Al- Khawarizmi dikenal pula
sebagai pionir dalam bidang aljabar. Penelitian-peneliti an Al-Khawarizmi adalah
suatu revolusi besar dalam dunia matematika, yang menghubungkan konsep-konsep
geometri dari matematika Yunani kuno ke dalam konsep baru. Penelitian-penelitian
Al- Khawarizmi menghasilkan sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan
rasional/irasional, besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai “objek-objek
aljabar”.
Generasi penerus Al-Khawarizmi, misalnya Al-Mahani (lahir tahun 820), Abu Kamil (lahir tahun 850) memusatkan penelitian pada aplikasi- aplikasi sistematis dari aljabar. Misalnya aplikasi aritmetika ke aljabar dan sebaliknya, aljabar terhadap trigonometri dan sebaliknya, aljabar terhadap teori bilangan, aljabar terhadap geometri dan sebaliknya. Penelitian-peneliti an ini mendasari penciptaan aljabar polinom, analisis kombinatorik, analisis numerik, solusi numerik dari persamaan, teori bilangan, dan konstruksi geometri dari persamaan.
Al-Karaji (lahir tahun 953) diyakini sebagai orang pertama yang secara menyeluruh memisahkan pengaruh operasi geometri dalam aljabar. Al-Karaji mendefinisikan monomial x, x2, x3,…dan 1/x, 1/x2, 1/x3,…dan memberikan aturan-aturan untuk perkalian dari dua suku darinya. Selain itu, ia juga berhasil menemukan teorema binomial untuk pangkat bilangan bulat. Selanjutnya untuk memajukan matematika, ia mendirikan sekolah aljabar. Generasi penerusnya (200 tahun kemudian), yaitu Al- Samawal adalah orang pertama yang membahas topik baru dalam aljabar.
Menurutnya bahwa mengoperasikan sesuatu yang tidak diketahui (variabel) adalah sama saja dengan mengoperasikan sesuatu yang diketahui. Matematikawan Muslim lainnya adalah Omar Khayyam yang lahir sekitar tahun 1048. Dia berjasa besar melalui penelitiannya, memberikan klasifikasi lengkap dari persamaan pangkat tiga melalui penyelesaian geometri dengan menggunakan konsep pemotongan kerucut. Dia juga memberikan sebuah konjektur (dugaan) tentang deskripsi lengkap dari penyelesaian aljabar dari persamaan-persamaan pangkat tiga.
Matematikawan berikutnya adalah Sharaf al-Din al-Tusi yang lahir tahun 1135. Dia mengikuti Omar Khayyam dalam mengaplikasikan aljabar pada geometri, yang pada akhirnya menjadi permulaan bagi cabang algebraic geometry.
Di luar bidang aljabar, matematikawan Muslim juga mempunyai andil. Salah seorang dari Banu Musa bersaudara, yaitu Thabit Ibnu Qurra (lahir tahun 836), mempunyai kontribusi yang banyak bagi matematika. Salah satunya adalah dalam teori bilangan, yaitu penemuan pasangan bilangan yang mempunyai sifat unik; dua bilangan yang masing- masingnya adalah jumlah dari pembagi sejati bilangan lainnya dan disebut pasangan bilangan bersahabat (amicable number). Teorema Thabit Ibnu Qura ini kemudian dikembangkan oleh Al-Baghdadi (lahir tahun 980).
Berikutnya adalah Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam (lahir tahun 965 di Basrah Irak), yang oleh masyarakat Barat dikenal dengan nama Alhazen. Al-Haytam adalah orang pertama yang mengklasifikasikan semua bilangan sempurna yang genap, yaitu bilangan yang merupakan jumlah dari pembagi-pembagi sejatinya, seperti yang berbentuk 2k-1(2k-1) di mana 2k-1 adalah bilangan prima. Selanjutnya Al-Haytam membuktikan bahwa bila p adalah bilangan prima, 1+(p-1)! habis dibagi oleh p.
Sayangnya, jauh di kemudian hari, hasil ini dikenal sebagai Teorema Wilson, bukan Teorema Al-Haytam. Teorema ini disebut Teorema Wilson setelah Warring pada tahun 1770 menyatakan bahwa John Wilson telah mengumumkan hasil ini. Selain dalam bidang matematika, Al-Haytam juga dikenal baik dalam dunia fisika, yang mempelajari mekanika pergerakan dari suatu benda.
Dia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa jika suatu benda bergerak, akan bergerak terus menerus kecuali ada gaya luar yang memengaruhinya. Ini tidak lain adalah hukum gerak pertama, yang umumnya dikenal sebagai hukum Newton pertama. Selain itu, Al- Haytam memberikan andil yang sangat besar bagi perkembangan teori dan praktik optik. Al-Farisi (lahir tahun 1260) memberikan metode pembuktian yang baru untuk teorema Thabit Ibnu Qurra. Dia memperkenalkan ide baru berkenaan faktorisasi dan metode kombinatorik.
Matematikawan lainnya adalah Al-Kashi (lahir tahun 1380) yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan teori pecahan desimal. Teori ini mempunyai kaitan yang sangat erat dengan teori bilangan riil dan sejarah penemuan bilangan (pi). Selanjutnya ia mengembangkan algoritma penghitungan akar pangkat n. Metode ini beberapa abad kemudian dikembangkan oleh matematikawan barat Ruffini dan Horner.
Bidang astronomi
Masalah-masalah astronomi, penentuan waktu, dan masalah geografi merupakan motivasi lain bagi matematikawan Muslim untuk melakukan penelitian. Misalnya saja Ibrahim Ibnu Sinan (lahir sekitar tahun 910- an) dan kakeknya Thabit Ibnu Qurra, mempelajari kurva-kurva yang diperlukan dalam mengonstruksi jam matahari. Abul-Wafa (lahir tahun 940-an) dan Abu Nasr Mansur (lahir tahun 970-an) mengaplikasikan geometri bola terhadap astronomi dan menggunakan rumus-rumus yang melibatkan sinus dan tangen.
Kemudian Al-Biruni (lahir tahun 973) menggunakan rumus sinus baik dalam astronomi maupun dalam perhitungan garis bujur dan lintang dari kota-kota. Dalam kasus ini, Al-Biruni melakukan penelitian yang sangat gencar dalam proyeksi dari bola pada bidang.
Thabit Ibnu Qurra juga mempunyai kontribusi bagi teori dan observasi dalam astronomi. Al-Batanni (lahir tahun 850) membuat observasi yang akurat yang memungkinkannya untuk memperbaiki data-data dari Ptolemy tentang bulan dan matahari. Nadir al-Din al-Tusi (lahir tahun 1201), berdasarkan astronomi teoritisnya dalam pekerjaan Ptolemy, membuat pengembangan yang sangat signifikan dalam model sistem planet.
Pembuatan tabel-tabel fungsi trigonometri adalah bagian dari pekerjaan para matematikawan Muslim dalam penelitian bidang astronomi, seperti yang dilakukan oleh Ulugh Beg (lahir tahun 1393) dan. Konstruksi alat-alat astronomi juga tak lepas dari pengaruh para matematikawan Muslim.
Uraian di atas tidaklah cukup mengulas secara menyeluruh karya-karya matematikawan Muslim. Masih banyak yang belum tercakup, dan belum terungkap. Belum tercakup dan belum terungkapnya semata-mata karena kurangnya sumber yang mengisahkan mereka. Dengan demikian, pantas bagi kita untuk mengatakan bahwa matematikawan Muslim adalah pahlawan- pahlawan matematika yang terlupakan. Atau, memang sengaja dilupakan.Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar