Indonesia kembali akan mengeksekusi terpidana mati kasus narkotika. Sebelumnya, sudah enam terpidana dieksekusi. Sementara, pada tahap ke dua ada sepuluh terpidana yang akan ditembak mati.
Pidana mati kasus narkoba itu tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Tata cara pelaksanaannya sudah diatur dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Lain yaitu UU No 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan cara ditembak sampai mati. Jika terpidana mati sedang hamil, maka pelaksanaan eksekusi baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk kepala kepolisian daerah di wilayah pengadilan yang menjatuhkan pidana mati.
Regu tembak tersebut terdiri dari seorang bintara dan 12 tamtama. Mereka di bawah pimpinan seorang perwira. Selain regu tembak, juga dibentuk regu pendukung.
Lantas, bagaimana sebenarnya eksekusi mati itu dilaksanakan? Soal tata cara pelaksanaannya tertera dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010. Berikut detik-detik penembakan itu...
1. Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati.
2. Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan.
3. Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati.
4. Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan.
5. Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan.
6. Komandan pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan ”lapor, pelaksanaan pidana mati siap”.
7. Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
8. Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada komandan pelaksana dengan ucapan ”laksanakan” kemudian komandan pelaksana mengulangi dengan ucapan ”laksanakan”.
9. Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9 (sembilan) butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 (satu) butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
10. ......
11. Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 (tiga) menit dengan didampingi seorang rohaniawan.
12. Komandan regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
13. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
14. Komandan regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
15. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada komandan pelaksana untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana.
16. Komandan pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada komandan regu penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
17. Komandan pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan mengambil sikap istirahat di tempat.
18. Pada saat komandan pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak mengambil sikap salvo ke atas.
19. Komandan pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
20. Komandan pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata;
21. Komandan pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
22. Setelah penembakan selesai, komandan pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
23. Komandan pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, jaksa eksekutor memerintahkan komandan pelaksana melakukan penembakan pengakhir.
24. Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga;
25. Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan dokter masih ada tanda-tanda kehidupan.
26. Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana.
27. Selesai pelaksanaan penembakan, komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya.
28. Komandan pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan ucapan ”pelaksanaan pidana mati selesai”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar