Seni dan Budaya asli Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari
temuan arkeologis, semisal giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian
di Babelan, Kabupaten Bekasi yang berasal dari abad ke 11 masehi.
Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses campuran budaya antara
suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang biasa dikenal
dengan istilah Mestizo . Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan Salakanagara atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (sekarang Jakarta)
merupakan wilayah yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara,
Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan Raja Pajajaran,
Prabu Surawisesa dimana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian dengan
Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan
Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
Suku-suku yang mendiami Jakarta sekarang antara lain, Jawa, Sunda, Melayu, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh
penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke
wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten.
Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia
maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Bahasa
Sifat campur-aduk dalam bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau
Melayu Batavia adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang
merupakan hasil dari asimilasi kebudayaan, baik yang berasal dari
daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar "Kalapa" (sekarang Jakarta)
juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut
sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura, pernah
diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh
karena itu, tidak heran kalau penduduk asli Betawi yang pada awalnya
berbahasa Kawi dan mendiami daerah sekitar pelabuhan Sunda Kalapa (jauh
sebelum Sumpah Pemuda) sudah menggunakan bahasa Melayu,
bahkan ada juga yang mengatakan suku lainnya semisal suku Sunda yang
mendiami wilayah inipun juga ikut menggunakan Bahasa Melayu yang umum
digunakan di Sumatera dan Kalimantan Barat,
penggunaan bahasa ini dikarenakan semakin banyaknya pendatang dari
wilayah Melayu lainnya semisal Kalimantan Barat dikarenakan dianggap
abainya Syailendra ketika dimintai tolong oleh Sriwijaya untuk menjaga
wilayah perairan laut sebelah barat Sungai Cimanuk sebagai hasil
Perjanjian Damai Sriwijaya - Kediri yang dimediasi oleh China yang
kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan antara suku Betawi dengan suku Sunda diwilayah lainnya tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi. Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda
seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal
dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi
Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi
tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi
"é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a".
Dialek Betawi pusat atau
tengah seringkali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal
dari tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi
di sekitar Jakarta Kota, Sawah Besar, Tugu, Cilincing, Kemayoran, Senen,
Kramat, hingga batas paling selatan di Meester (Jatinegara). Dialek
Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke Selatan, Condet, Jagakarsa,
Depok, Rawa Belong, Ciputat hingga ke pinggir selatan hingga Jawa Barat.
Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin S., Ida Royani dan
Aminah Cendrakasih, karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran
dan Kramat Sentiong.
Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran
adalah Mandra dan Pak Tile. Contoh paling jelas adalah saat mereka
mengucapkan kenape/kenapa'' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas
menyebutkan "é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati
seperti "ain" mati dalam cara baca mengaji Al Quran.
Musik
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, orkes Samrah berasal dari Melayu, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti "Kicir-kicir".
Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya
masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong
yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek,
tari silat dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki
pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari
khas pemain Opera Beijing.
Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni
tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Drama
Drama tradisional Betawi antara lain Lenong dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.
Cerita rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen
atau si jampang yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam
perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras". Selain mengisahkan
jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. cerita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.
Senjata tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan dari kayu.Rumah tradisional
Rumah tradisional/adat Betawi adalah rumah kebayaKepercayaan
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katolik
juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang
beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis.
Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran
mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis
membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Profesi
Di Jakarta,
orang Betawi sekarang sebagai hasil asimilasi antar suku bangsa,
sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut
lingkup wilayah (kampung)
mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran
Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang,
dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan
pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang,
pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga
umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat
para peternak sapi perah. Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur
Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di jumpai disana semisal
Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di kampung Paseban
banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu,
meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru,
pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena
saat itu program Ganefo yang dicetuskan oleh Bung Karno menyebabkan
warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan
pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang
ini. Karena salah satu asal-muasal berkembangnya suku Betawi adalah dari
asimilasi (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis,
dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang
etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
Perilaku dan sifat
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang
berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal
tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka adalah
Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, dan lain-lain.
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial
mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu
berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga
nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang
beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat
menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara
masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti
dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau
kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong,
ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar
masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan
lahirnya sendiri (baca: Jakarta). Namun tetap ada optimisme dari
masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang
modernisasi tersebut.
Tokoh Betawi
- Alika - penyanyi, anggota girlband Princess
- Alya Rohali - artis, mantan Putri Indonesia
- Benyamin Sueb - artis
- Bokir - seniman lenong
- Deddy Mizwar - aktor, sutradara, tokoh perfilman
- Fauzi Bowo - Gubernur DKI Jakarta (2007 - 2012)
- Firman Muntaco - sastrawan
- Hassan Wirajuda - mantan menteri luar negeri
- Ismail Marzuki - pahlawan nasional, seniman
- Dewi Rezer - artis
- Mandra - artis
- Mastur - artis
- Mat Solar - artis
- Dewi Sandra - artis, penyanyi
- Muhammad Husni Thamrin - pahlawan nasional
- Nasir - seniman lenong
- Nawi Ismail - sutradara, tokoh perfilman
- Noer Alie - pahlawan nasional, ulama
- Omaswati - artis
- Ridwan Saidi - budayawan, politisi
- SM Ardan - sastrawan
- Asmirandah - aktris, penyanyi
- Surya Saputra - aktor, penyanyi
- Suryadharma Ali - Menteri Agama
- Tuty Alawiyah - mubalighat, tokoh pendidik, mantan menteri
- Ussy Sulistyowati - artis
- Zainuddin MZ - ulama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar