Dalam bincang berempat ini Ki Joko Bodo kembali bilang tentang pemahaman adanya lautan arwah, lautan roh melengkapi adanya lautan air atau udara. Bayangkan saja, air itu tidak pernah kurang walaupun ditumpahkan dari gelas. Gelasnya saja yang mudah pecah. Demikian pula, manusia yng rusak hanya fisiknya atau tubuhnya saja.
Benar begitu, tukas S. Tidjab, manusia kalau sudah sadar dan tidak ingin apa-apa jadinya kan tidak ada. Di sinilah….
“Mati dalam hidup!” sambung Mas Yono karena Mas Tidjab lama berpikir. “Kembali lagi ke reinkarnasi itu, Mas Tidjab, dan Ki… bahwa reinkarnasi hanya diperuntukkan bagi yang tidak pernah olah rohani, tidak menguasai tubuh rohani, sehingga ketika tubuhnya rusak, rohnya ya ada yang nempel di pohon, di batu, di tempat-tempat sunyi, maka dikenal dengan adanya batu keramat, pohon keramat, tempat keramat karena ditunggu sedulur-sedulur halus kita.
Sedangkan para pandita dan orang-orang yang menguasai tubuh rohaninya, begitu tubuhnya rusak, dia bisa memilih lahir kembali dengan wujud baru. Simaklah, kalau tidak begitu mana ada Pandita Cilik, Dai Cilik, Kyai Cilik. Anak Sembilan tahun bisa hapal seluruh kitab suci dan isinya. Siapa mereka? Inkarnasi. Dalai Lama tuh… tujuh tahun dipilih dan dia sudah tahu hari dahulunya….”
Bincang lawas di Istana Wong Sintinx Selasa 9 Maret 2010 11:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar