Nrimo artinya menerima, sedangkan pandum artinya pemberian. Jadi Nrimo ing Pandum memiliki arti menerima segala pemberian apa adanya tanpa menuntut. Konsep ini menjadi salah satu falsafah Jawa paling populer dimana masih sering digunakan oleh beberapa masyarakat.
Sebagian ilmuwan sosial
menganggap konsep ini sebagai salah satu penyebab rendahnya etos kerja
masyarakat Jawa. Sifat masyarakat yang menerima segala sesuatu apa
adanya menyebabkan masyarakat tidak memiliki motivasi untuk
bekerja.Sehingga masyarakat hanya diam saja menunggu sebuah pemberian
tanpa melakukan sebuah usaha.
Asumsi ini muncul mengingat
teori-teori Psikologi dewasa ini menjelaskan bahwa setiap tindakan
manusia berasal dari kepentingan diri mereka sendiri. Mulai dari
pendekatan psikoanalisis yang beranggapan bahwa manusia bertingkah laku
karena dorongan dari dalam diri yang disebut Id hingga teori-teori
humanistik yang menggambarkan manusia seharusnya menjadi diri sendiri
seperti yang individu tersebut inginkan. Bahkan perilaku prososial pun
dianggap sebagai upaya pengharapan akan balasan perilaku ynag sama dari
orang lain.
Dari teori-teori yang lahir dari
rahim masyarakat individualistik maka wajar jika semua perilaku yang
dilakukan oleh manusia berasal dari motif pribadi dan demi kepentingan
diri sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah bekerja. Sebuah tindakan
seorang individu dianggap hanya untuk dirinya sendiri. Prakteknya adalah
berbagai macam kebijakan yang bertujuan meningkatkan kinerja individu
berdasarkan pada kebutuhan pribadi.
Seringkali kita lupa bahwa hidup
ini bukan hanya tentang memperoleh sesuatu dari dunia, tetapi juga
memberikan sesuatu pada dunia. Islam mengenal konsep Qadha dan Qadar
yaitu adanya ketetapan-ketetapan yang telah diatur oleh Allah SWT. Dalam
bahasa mudah dapat kita katakan bahwa di dunia ini ada hal-hal tertentu
yang diluar jangkauan kemampuan kita.
Untuk mengatasi masalah tersebut
dikenallah konsep tawakal dalam Islam. Tawakal artinya berserah diri
terhadap Allah SWT. Sehingga setiap ketetapan yang ada harus kita terima
dengan lapang hati karena kita telah menyerahkan segala urusan kepada
Allah SWT. Sekilas konsep ini mirip dengan konsep Nrimo ing Pandum.
Konsep Tawakal, seperti halnya Nrimo ing Pandum juga
seringkali dianggap berlawanan dengan konsep berusaha atau bekerja
keras. Padahal jika kita mau mencermati, kedua konsep ini hanya
menjelaskan tentang satu hubungan, yaitu bagaimana menerima stimulus
dari luar dan tidak menjelaskan bagaimana seharusnya memberikan stimulus
ke luar.
Padahal kita melakukan dua
hubungan dengan dunia luar yaitu menerima dan memberi. Kemampuan kita
bukan hanya tentang menerima stimulus dari luar, tetapi juga memberikan
stimulus ke luar. Konsep memberi ini yang terkadang kurang diperhatikan.
Selama ini kita berasumsi bahwa kita memberi sesuatu karena kita ingin
menerima. Konsep yang dianggap sebagai sesuatu yang disebut pamrih dalam konsep Jawa.
Tawakal dan Nrimo ing Pandum
ini befungsi dalam hubungan menerima stimulus dari luar. Menurut Ki
Ageng Suryomentaram (1892-1962) rasa senang timbul akibat terpenuhinya
harapan oleh kenyataan dan bila harapan tidak terpenuhi maka menimbulkan
rasa susah. Harapan adalah sesuatu yang kita ciptakan atas kehendak
kita sendiri. Sedangkan kenyataan adalah hal-hal yang dalam batas
tertentu berada di luar kemampuan kita. Dalam Islam dikenal bahwa Qadha
dan Qadar sepenuhnya berada di tangan Allah SWT dan berada di luar
jangkauan manusia.
Disinilah Tawakal dan Nrimo ing Pandum menjalankan
fungsinya. Kedua konsep ini sebagai pengekang agar manusia tidak
terlalu tinggi dalam berharap sehingga ketika kenyataan ternyata tidak
sesuai, rasa susah tidak akan menyerang individu tersebut. Konsep ini
membantu kita menerima kenyataan yang ada. Tawakal membuat kita berserah
kepada Allah SWT atas segala yang telah ditetapkanNya. Nrimo ing Pandum membantu kita untuk menerima segala sesuatu apa adanya tanpa berharap atau menuntut yang tidak-tidak terhadap lingkungan.
Lalu bagaimana tentang berusaha?
Dalam Islam selain tawakal juga dikenal konsep ikhtiar. Dimana umat
Islam diwajibkan untuk berusaha sekeras mungkin. Bahkan dalam batasan
tertentu dikenal juga konsep Jihad artinya bersungguh-sungguh dalam
berusaha.
Rasulullah sendiri juga menekankan bahwa tawakal bukan berarti tanpa usaha. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa:
“Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”
Hadis tersebut menjelaskan bahwa
meskipun segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT, manusia tetap
memiliki kewajiban untuk berusaha. Sehingga adalah salah jika
beranggapan bahwa sikap tawakal menyebabkan etos kerja masyarakat
menjadi rendah.
Sedangkan bagi masyarakat Jawa
kita dituntut untuk selalu memberi tanpa pamrih. Sopan santun terhadap
tamu misalnya, menunjukkan bagaimana kita lebih mengutamakan orang lain
daripada kepentingan diri kita sendiri. Adanya etos gotong royong dan
kerja sama merupakan sebuah bentuk nyata dari konsep usaha di masyarakat
Jawa. Dimana kita dituntut bukan hanya berusaha untuk diri kita
sendiri, tetapi juga berusaha untuk orang lain tanpa pamrih.
Lalu mengapa kita begitu egois.
Hidup ini adalah tentang memberi dan menerima. Menerima apa yang telah
diberikan kepada kita dengan lapang hati dan tanpa menuntut dan
memberikan apa yang bisa kita berikan semaksimal mungkin tanpa pamrih. Nrimo ing Pandum, Makaryo ing Nyoto.
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (Az Zumar: 38)