Kompas Tak Lagi Berkiblat ke Utara ?
SETELAH sejak awal Januari lalu ditutup, landas pacu utama di Bandar Udara Tampa International, Florida, kembali didarati pesawat terbang, Rabu pekan lalu. Namun dua landas pacu Tampa lainnya masih berhenti beroperasi hingga akhir bulan ini.
Bandar udara paling sibuk di Florida, Amerika Serikat, ini berhenti beroperasi bukan karena letusan gunung berapi serupa Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, dua bulan lalu. Manajemen Tampa menutup bandaranya karena mengikuti perintah Administrasi Penerbangan Federal.
Paul Takemoto, juru bicara Administrasi Penerbangan, mengatakan Bandara Tampa dan beberapa bandara kecil lain di Florida perlu ditutup untuk menghitung ulang akurasi sistem navigasinya. Dalam dunia penerbangan, akurasi merupakan harga mati. "Kami ingin angka-angkanya benar-benar pas," kata Takemoto.
Pemandu arah Bandara Tampa bisa meleset karena jarum kompas tak lagi akurat. Jarum penunjuk arah di kompas yang selalu menunjuk ke utara perlu dihitung ulang karena kutub utara magnetik yang menjadi rujukan ternyata telah berpindah tempat. Lokasi kutub utara magnetik telah bergeser sedemikian jauh. Sepanjang sepuluh tahun terakhir, kutub utara magnetik ini bergeser sekitar 40 kilometer per tahun.
Landas pacu utama di Tampa, yang semula bernomor 18R/36L-berarti 180 derajat dari arah utara dan 360 derajat dari selatan-harus bersalin nomor menjadi 19R/1L (190 derajat dari arah utara dan 10 derajat dari selatan). "Kutub utara terus bergerak. Ketika posisinya sudah berubah lebih dari tiga derajat, kami perlu menghitung ulang posisi landas pacu," kata Kathleen Bergen dari Administrasi Penerbangan.
Pada Juli 2009, otoritas penerbangan Inggris menutup landas pacu utama Bandara Stansted di Essex, London, dengan pertimbangan serupa. Kejadian yang sama, kata Kepala Operasi Bandara Stansted, Trevor Waldock, baru akan berulang 56 tahun lagi.
Demikian juga di Indonesia. Manajer Operasi Bandara Adisutjipto di Yogyakarta, Halendra W., mengatakan sistem navigasi di pelabuhan udara tersebut selalu dihitung ulang akurasinya oleh Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan setiap tahun. Seberapa besar dampak pergeseran kutub utara magnetik, menurut dia, yang pertama akan merasakan adalah juru mudi pesawat. "Sepanjang pilot tidak mengeluh, berarti masih laik," kata Halendra.
Berbeda dengan kutub utara terestrial (menjadi rujukan penentuan lokasi) yang statis, kutub magnet bumi memang terus berubah. fakta bahwa medan magnet bumi terus melemah memang sungguh-sungguh terjadi. Diperkirakan setiap seratus tahun kekuatan magnetik bumi berkurang lima persen. "Kami tak berani menjamin, beribu-ribu tahun dari hari ini, medan magnet bumi itu masih ada di tempatnya,"
Mario Acuna, peneliti medan magnet planet di Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menujum, beberapa waktu lalu.
Tak cuma berkurang kekuatannya, kutub magnet bumi terus beralih lokasi. Pelaut Inggris, James Clark Ross, menemukan kutub magnet utara pada 1831 di Cape Adelaide, Semenanjung Boothia, Kanada. Penjelajah Norwegia, Roald Amundsen, yang mengunjungi kutub utara magnetik 72 tahun kemudian, menemukan ternyata posisinya sudah bergeser 50 kilometer ke selatan. Namun kecepatan pergerakan dua kutub jauh berbeda. Kutub utara magnetik, yang saat ini berada di perairan Arktik di utara Kepulauan Ellesmere, Kanada, bergerak jauh lebih cepat dibanding pasangannya di ujung selatan.
Kutub utara, menurut geofisikawan University of Washington, Ronald Merrill, berpindah posisi dengan kecepatan 40 kilometer per tahun. Saudaranya, kutub selatan, tak banyak beranjak, hanya bergeser lima kilometer setiap tahun. Dalam seabad terakhir, kutub utara sudah bergeser hingga 1.100 kilometer. "Dan terus bertambah cepat," ujar Newitt.
Sepanjang abad ke-20, kecepatan rata-rata kutub utara bergeser hanya 10 kilometer setiap tahun ke arah barat laut, menjauhi perairan Arktik, dan semakin mendekati Siberia di Rusia (lihat infografis). Paleomagnetis-ahli sejarah magnet bumi-dari Oregon State University, Joe Stoner, bahkan memperkirakan kutub utara magnetik akan berada di Siberia dalam setengah abad mendatang.
"Mungkin saja ini hanya rotasi sementara sebelum berputar balik ke arah Kanada," ujar Stoner. Perubahan kekuatan dan kecepatan bergerak kutub magnet ditentukan pergolakan inti bumi. Dinamika cairan logam superpanas dalam perut bumi yang biasa disebut geodinamo inilah yang mengatur medan magnet di utara dan selatan. Namun tak ada yang benar-benar tahu, kecuali kisah fiksi Josh Keyes di The Core, apa yang terjadi di kedalaman 3.000 kilometer perut bumi.
Selama berpuluh tahun diteliti, lapisan-lapisan esnya dibor, kemudian diuji apa saja kandungan endapan dalam setiap lapisannya, kutub magnet bumi masih tetap merupakan sebuah misteri besar. Seandainya dapat menjangkau pun, tak ada makhluk yang bisa bertahan pada suhu sekitar 5.500 derajat Celsius di perut bumi. Tapi dari penelitian itu setidaknya dapat diketahui bahwa kutub utara magnetik tak selalu berada di utara. Dalam rentang jutaan tahun umur bumi, sudah ratusan kali kedua kutub magnet bumi bertukar posisi. Kutub utara loncat ke selatan dan sebaliknya. Itu berarti jarum kompas pun tak selalu menunjuk ke utara.
Kejadian itu sudah begitu lama berlalu. Terakhir kali kedua kutub magnet bertukar posisi 780 ribu tahun lampau. Apakah melemahnya kekuatan magnet dan melonjaknya kecepatan pergeseran kutub utara merupakan pertanda awal pertukaran posisi kutub magnet? Joe Stoner meragukannya. "Saya tak melihat buktinya." Menurut dia, perubahan saat ini kemungkinan besar hanyalah siklus normal.
Dan kalaupun kedua kutub benar-benar bertukar posisi entah berapa puluh tahun lagi, tak akan terjadi kiamat bagi kehidupan di bumi. "Kedua kutub berulang kali bertukar posisi di masa lampau, toh kehidupan tak berakhir," kata Glatzmaier, peneliti medan magnet bumi dari University of California, Santa Cruz.
Kiamat Bisa Terjadi Jika Kutub Terbalik
Kiamat atau kepunahan massal kehidupan di Bumi bisa terjadi dalam banyak cara, bergantung pada sudut pandangnya. Salah satu pandangan yang berkembang, kiamat bisa terjadi jika kutub terbalik, kutub selatan menjadi utara dan kutub utara menjadi selatan.Skenario kiamat akibat kutub terbalik ialah bahwa jika kutub berbalik, benua akan bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, memicu gempa besar, perubahan iklim secara mendadak, dan kepunahan
spesies di Bumi.
Kutub bisa terbalik jika susunan atom besi yang ada di lapisan dalam Bumi pun berubah, seperti magnet-magnet kecil yang berubah arah. Jika susunan atom-atom besi ini berubah, maka secara umum medan magnet Bumi pun akan mengalami perubahan.
Terbaliknya kutub, menurut ilmuwan, memang nyata. Sejarah pernah mencatat bahwa kutub terakhir terbalik pada masa 780.000 tahun yang lalu, atau pada Zaman Batu. Dan yang mengagetkan, Bumi saat ini sedang ada dalam proses pembalikan kutub.
Jean-Pierre Valet, peneliti yang melakukan riset tentang putaran geomagnetik, mengatakan, "Perubahan paling dramatis jika kutub terbalik adalah adanya penurunan besar total intensitas medan magnet Bumi."
Monika Karte Niemegk Geomagnetic Observatory di GFZ Postdam, Jerman, menguraikan, proses terbaliknya kutub bisa terjadi dalam waktu 1.000-10.000 tahun. Proses itu tak tiba-tiba, dan didahului proses melemahnya medan magnet Bumi.
John Tarduno dari University of Rochester menuturkan bahwa medan magnet Bumi sangat berpengaruh pada perlindungan terhadap badai Matahari. "Beberapa partikel terkait lontaran massa korona akan diblok dari Bumi. Jika medan magnet lemah, perlindungan kurang efisien," katanya.
Tarduno melanjutkan, partikel Matahari yang masuk ke atmosfer tanpa perlindungan medan magnet bisa membentuk lubang ozon lewat reaksi kimia. Lubang tak akan permanen, tapi bisa bertahan selama 10 tahun dan akan meningkatkan risiko kanker kulit.
Valet, seperti dikutip Life Little Mysteries, menyetujui dampak tersebut. Tahun lalu, dalam paper ilmiahnya, ia menguraikan bahwa kepunahan Neanderthals terjadi pada periode yang sama ketika medan magnet Bumi melemah.
Dampak lain, medan magnet Bumi melemah bisa merusak teknologi yang ada jika badai Matahari menghantam. Medan magnet yang melemah sendiri akan mengganggu banyak spesies yang mengandalkan geomagnetik untuk navigasi, seperti lebah, salmon, paus, dan penyu.
Beberapa hal yang terjadi akibat terbaliknya kutub mungkin meyakinkan beberapa kalangan bahwa kiamat bisa terjadi. Namun, tak sedikit juga ilmuwan yang meragukannya. Skenario kiamat akibat terbaliknya kutub dianggap sepenuhnya fantasi.
Contohnya adalah teori yang menyebut terbaliknya kutub bisa mengakibatkan bencana luar biasa akibat benua bergeser dan gempa. Alan Thompson dari British Geological Society, mengatakan, "Tak ada bencana akibat benua bergeser. Geolog bisa melihat dari fosil dan bukti lain."
Korte sendiri kurang meyakini kiamat bisa muncul akibat terbaliknya kutub. "Bahkan jika medan magnet Bumi melemah, kita yang ada di permukaan akan dilindungi oleh atmosfer. Sama halnya kita tak melihat dan merasakan medan magnet, kita juga takkan merasakan perubahannya."
Apakah Anda memercayainya? Yang jelas, menurut Thompson, perubahan susunan atom besi memang sedang terjadi di bagian bawah Brazilia dan Atlantik Selatan. Medan magnet berkurang sejak 160 tahun terakhir, memicu spekulasi adanya pembalikan kutub.
Namun, Thompson juga mengatakan bahwa pembalikan kutub pun bisa saja batal. Bumi adalah sistem yang terlalu kompleks untuk diketahui masa depannya. Di samping itu, waktu perubahan yang masih ribuan tahun bisa memberi kesempatan bagi manusia untuk beradaptasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar