Ahli pelayaran Melayu pada zaman dahulu dan mungkin juga sekarang seringkali menemukan buah Pauh Janggi atau kelapa laut terapung-apung di permukaan Lautan Hindia. Buah Pauh Janggi ini akan dipungut dan dijual dengan harga yang mahal dan banyak yang mencarinya karena dapat dipakai sebagai obat dan dapat menyembuhkan pelbagai penyakit serta penawar segala racun. Sehingga dipercaya air yang disimpan dalam tempurung Janggi, jika diminum dapat menawar penyakit. Buah ini juga sering dicari oleh bomoh, pawang dan para pengamal Silat serta ilmu batin.
Ahli pelayaran Melayu juga dikatakan selalu merahasiakan pohon Pauh Janggi dan asal usulnya, namun menurut catatan Pigafetta yang ikut dalam pelayaran Magellan pada 1519, diberitahu oleh seorang ahli pelayaran Melayu bahwa buah yang terapung yang sering dilihat mereka di lautan ialah Pauh Janggi. Buah pohonnya mirip buah mangga kembar. Berat buahnya sekitar 15 hingga 20 kilogram (kg) dan menjadi buah yang terbesar di dunia. Pakar Botani kagum dengan pohon Palma ini yang dapat hidup di lereng bukit. Pohon Pauh Janggi tersebar luas dan ditanam di sekitar taman botani sebagai tanaman antikuiti, termasuk yang ditanam di Taman Botani Singapura.
Cerita yang menarik bagi saya mengenai pohon dan buah ini ialah bahwa pohon ini dikatakan hanya terdapat di Kepulauan Seychelles. Kepulauan Seychelles adalah gugusan pulau-pulau kecil yang terdapat di bagian barat lautan Hindia dan lokasinya dekat dengan benua Afrika dan pulau Madagaskar.
Apakah buah ini mempunyai kaitan dengan benua Afrika ?
Pada zaman dahulu para pengembara Arab menyebut pantai timur Afrika dan Madagaskar sebagai Zanj atau Zanji. Sebagian pengkaji percaya bahwa bangsa Zanj yang berhubung dengan bangsa-bangsa Arab dalam perdagangan di Madagaskar dan Afrika Timur berasal dari rumpun Melayu yang telah menikah dengan suku-suku Afrika timur lalu melahirkan orang Zanj seperti suku Merina yang masih terdapat di Madagaskar hingga sekarang. Catatan dari pengembara Arab juga pernah menyebut akan perdagangan besi antara Afrika Timur dengan Kedah Tua atau Srivijaya. Hal ini membuktikan bahawa orang Melayu telah lama menjejakkan kaki ke Benua Afrika dan membuka koloni di sana terutama di Madagaskar.
Inskripsi di Gedangan dekat Surabaya (860 AD) Jawa:
“…. rahashya, tuha-dagang,(overseer of people) tuhanambi,(overseer of socially inferior or foreign people) pakarapa(a gatherer of wild roots and herbs?), kdi(unfertile), walyan(doctor), sambal, sumbul(police officers), hulun haji(kings slaves-out of misdeeds?-mostly farmers), singgah(slave walking in front of his owner), pabrsi(carries the cushions), pajut(negrito slave), jenggi(black slave) watek I jro(slaves -to show off the wealth of the owner-) ityewamadi (and so forth)”
“Kembalilah diri ke dunia panggung dan dunia kelir. Merenung masa lalu dan melihat masa depan. Dari ‘pusat tasik pauh janggi’ tempat berpusar lagi jauh ke tengah segara.Tasiknya bukan di daratan bandar, tetapi pusar yang paling tengah dan paling dalam. Siapa terjatuh atau tergelincir, tersuruplah ia ke dalam pusar. Tempat menanti segala mara bahaya.Tempat duduk menantinya Nenek Sepit Pentala Naga di Laut Buih Gelombang Tujuh. Kalau si lemah yang sampai, maka hilang ghaiblah ia di mulut Raja Naga yang maha bisa. Tetapi kalau si kebal malim megah malim perkasa, dia berdiri di atas singa juang siap siaga. Tiada seurat bulu roma celakanya hangus terbakar, tiada seurat rambut hitam lebatnya gugur bertabur”.
Sebagai pengobat rasa penasaran, saya akan terus mencari asal usul buah ini dari sumber lain dan mencari tahu mengapa para ahli kebatinan di Indonesia sangat menginginkan buah ini. Jadi tunggu artikel saya tentang buah Paluh Janggi berikutnya ya ..
Baca juga : Misteri Buah Pauh Janggi (2)
Baca juga : Misteri Buah Pauh Janggi (2)