Anda barangkali mengalami deja vu apabila suatu saat mengalami keadaan :
- Tiba-tiba mengingat pernah melakukan kegiatan ini sebelumnya, atau
- Anda merasa pernah melihat seseorang yang tidak Anda kenali sebelumnya, atau
- Anda merasa pernah mengunjungi suatu tempat yang belum pernah didatangi.
- dan pertanyaan lain yang terkait dengan kilas balik suatu peristiwa..
1. Precognition. Istilah ini yang sering kali disebut dengan "penglihatan" digunakan untuk menggambarkan bahwa seseorang telah "melihat atau menyaksikan" sebuah kejadian baik itu melalui mimpi atau lamunan, yang ternyata sesuai dengan kejadian yang terjadi beberapa jam atau hari setelahnya.
2. Clairvoyance. Fenomena ini sebenarnya mirip dengan Precognition. Perbedaannya, jika pada Precognition seseorang "melihat" suatu kejadian lebih dahulu dari kejadian sebenarnya, maka pada Clairvoyance seseorang "melihat" sebuah kejadian yang terjadi di sebuah tempat yang jauh namun pada saat yang bersamaan dengan terjadinya kejadian yang sebenarnya.
3. Telekinesis. Fenomena ini sedikit berbeda dengan kedua fenomena sebelumnya. Istilah telekinesis digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seseorang mampu memindahkan sesuatu object tanpa menyentuhnya.
4. Déjà Vu. Fenomena ini menyatakan bahwa seseorang mengalami suatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya.
5. Combinations. Merupakan kombinasi dari fenomena-fenomena di atas.
Déjà vu bukan hanya khas Indonesia karena dialami oleh lebih dari 70% orang yang hidup di bumi ini. Déjà vu merupakan salah satu psyche (bagian dari kehidupan) setiap bangsa. Oleh sebab itu, semua bangsa mengenal kata ini. Déjà vu adalah sebuah frasa Perancis yang arti secara harfiahnya adalah “pernah melihat”. Maksudnya, seseorang mengalami suatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah “paramnesia” dari bahasa Yunani “para” yang artinya “sejajar” dan “mnimi” yang artinya “ingatan”. Paramnesia juga disebut “promnesia”.
Istilah “Déjà vu” sendiri sebenarnya dikemukakan pertama kali oleh seorang ilmuwan Perancis yang bernama Emile Boirac yang telah mempelajarinya pada tahun (1851-1917) dibukunya yang berjudul “L’Avenir des sciences Psychiques” yang ditulisnya pada saat dia mengenyam pendidikan di University of Chicago.
Pengalaman déjà vu biasanya dibarengi dengan perasaan “sudah kenal” atau “sudah tahu”. Sering kali déjà vu menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan karena manusia seperti dipaksa secara tidak sengaja untuk menyaksikan potongan film kehidupannya yang mungkin menyeramkan, ganjil, atau bahkan tidak masuk akal. Biasanya pengalaman ini berhubungan dengan mimpi walaupun dibeberapa kasus secara jelas pengalaman ini “pernah benar terjadi sebelumnya”.
Déjà vu ini memiliki beberapa variasi, yaitu:
- Déjà vecu yang artinya pernah mengalami.
- Déjà senti yang artinya memikirkannya.
- Déjà visite yang artinya mengunjunginya.
Ada juga 3 tipe déjà vu, yaitu:
- déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
- déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)
- déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)
- Kombinasi dari ketiga gejala déjà vu tersebut, di mana seseorang merasa pernah hidup sebagai orang lain di satu tempat dan waktu yang sama, bahkan merasakan perasaan yang sama pula.
Dari beberapa variasi dan tipe déjà vu diatas, maka dapat ditarik hubungan bahwa:
- Déjà vecu merupakan déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
- Déjà senti merupakan déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)
- Déjà visite merupakan déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)
Terkadang déjà vu juga diuraikan seperti perasaan yang telah melihat atau mengalami sesuatu sebelum ketika orang yang mengalami hal tersebut mengetahui kapan dia pernah melakukannya. Namun déjà vu disalahgunakan sebagai suatu pengalaman precognitive, perasaan pernah mengalami sesuatu dan mengetahui persisnya apa yang akan terjadi berikutnya, dan itu terjadi.
Suatu hal yang penting dari déjà vu adalah mengalami sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sedangkan suatu hal yang penting dari precognitive adalah menunjukkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, namun bukan suatu hal yang pernah dilakukan atau dilihat di masa depan.
Déjà vu dibedakan menjadi 2 kategori
1. Associative Déjà Vu. Tipe déjà vu yang paling umum dialami oleh orang-orang sehat normal adalah associative secara alami di dunia ini. Manusia melihat, mendengar, membaui atau mengalami suatu kejadian yang berkaitan dengan suatu perasaan bahwa manusia tersebut berhubungan dengan sesuatu yang telah dilihat, didengar, dibaui, atau dialami oleh manusia tersebut. Ilmuwan terdahulu berpikir bahwa déjà vu jenis ini adalah suatu pengalaman “ingatan dasar” dan berasumsi bahwa pusat memori otak yang bertanggung jawab untuk itu.
2. Biological Déjà vu. Ada juga kejadian déjà vu antar orang-orang dengan epilepsi cuping sementara. Tepat sebelum epilepsi, penderita sering mengalami atau merasa déjà vu. Dengan adanya pengklasifiasian di atas dapat teridenfikasi bahwa isyarat otak dimana déjà vu jenis ini dimulai. Namun, dengan alasan ini pula déjà vu jenis ini berbeda gengan tipikal déjà vu sendiri. Orang yang mengalami déjà vu jenis ini mungkin akan mempercayai bahwa mereka telah mengalami peristiwa atau keadaan yang sama sebelumnya, disbanding dengan perasaan yang cepat berlalu.
Pengertian Déjà Vu dilihat dari sudut pandang psikologi.
Pengertian Déjà vu dari sudut pandang psikologi adalah ilusi seperti sudah kenal/ sudah akrab dengan suatu tempat yang sama sekali asing. Timbulnya peristiwa ini diyakini orang sebagai akibat adanya syarat yang sudah dikenali, namun ada dalam sub-ambang kesadaran. Sebagai contoh, ketika berjalan-jalan ditengah kota, beberapa ciri tampak seperti sama dengan penghayatan yang pernah dialami di tempat lain.Sedangkan, ilusi adalah suatu persepsi yang keliru / menyimpang. Ilusi bermacam-macam jenisnya. Beberapa merupakan ilusi gerak, seperti gerak stroboscopic (berputar berpusing-pusing), gerak Otokinetis, dan gerak yang dijabarkan. Ilusi persepsi menunjuk pada kejelasan dari jatuh berkumpulnya secara sepental garis-garis paralel dikejauhan. Ilusi lainnya mencakup penyajian yang keliru dari bentuk-bentuk spatial tertentu, seperti ilusi Muller_Lyer, Poggendorf, dan Zollnor. Ilusi lainnya lagi mencakup perspektif yang diputar balik seperti ilusi Peter_Paul Goblet dan ilusi tangga rumah.
Dalam ilmu psikologi, Déjà vu merupakan gangguan ingatan. Ingatan (kenangan, memori) adalah kesangguapan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Jadi proses ingatan terdiri dari 3 unsur yaitu: pencatatan (mencamkan, reception and registration), penyimpanan ( menahan, retention, preservation), pemanggilan kembali (recalling).
Gangguan ingatan terjadi bila terdapat gangguan pada satu atau lebih dari 3 unsur tersebut, faktor yang mempengaruhi adalah keadaan jasmaniah ( kelelahan, sakit kegelisahan), dan umur. Sesudah usia 50 tahun fungsi ingatan akan berkurang secara bertahap.
Berikut beberapa bentuk gangguan ingatan :
• Amnesia : Ketidakmamapuan mengingat kembali pengalaman yang ada, dapat bersifat sebagian atau total retrograde/antegrad dan dapat ditimbulkan oleh faktor organic/psikogen. Sebab organik/ psikogen. Sebab organik, kerusakan pada unsur pencatatan dan penyimpanan, sedangkan sebab psikogen karena proses pemanggilan kembali terhalang oleh factor psikologis. Pada amnesia psikogen : tidak ada gangguan kesadaran, tidak ada kerusakan intelektual, bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak ada kerusakan fungsi intelektual, bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan, dapat terjadi penyembuhan secara tiba-tiba dan sempurna.
• Hipernemsia : Suatu keadaan pemanggilan kembali yang berlebihan sehingga seseorang dapat menggambarkan kejadian-kejadian yang lalu dengan sangat teliti sampai kepada hal-hal yang sekecil-kecilnya.
• Paramnesia atau Déjà vu (pemalsuan/ pemiuhan ingatan).
Adalah gangguan dimana terjadi penyimpangan/ pemiuhan terhadap ingatan-ingatan lama yang dikenal dengan baik. Hal ini terjadi akibat distorsi proses pemanggilan paramnesia berguna sebagai pelindung terhadap rasa takut.
Pengertian Déjà Vu dilihat dari sudut pandang biologis.
Secara biologis, penjelasan pengalaman déjà vu itu bukan sebagai pengenalan atau pernah mengalami tetapi sebuah anomali memori. Bisa juga sebagai dampak dari fenomena memori yang lazim disebut “pemanggilan ulang”.Penjelasan ini memperkuat fakta bahwa “penataan ulang memori” pada saat tertentu mempengaruhi keadaan alam sadar manusia (dibeberapa kasus). Tapi, pada saat itu terjadi orang yang mengalami hal tersebut tidak mengetahui kapan, dimana, dan bagaimana bisa hal itu terjadi. Terdapat beberapa hubungan antara déjà vu dengan hal-hal tertentu, diantaranya:
Hubungan Dengan Penyakit. Beberapa ilmuwan telah mencoba untuk menemukan korelasi antara déjà vu dan penyakit psikologi seperti Schizophrenia, kegelisahan, kegilaan dengan harapan untuk menemukan penemuan yang berharga.
Bagaimanapun sampai sekarang tidak ditemukan korelasi yang khusus antara déjà vu dan Schizophrenia atau penyakit yang lain. Tapi hubungan yang paling dekat antara penyakit kejiwaan adalah antara déjà vu dengan epilepsi. Korelasi ini telah membawa peneliti kepada fakta bahwa déjà vu itu bisa saja terkait dengan kelainan saraf yang menyebabkan kejutan-kejutan listrik di otak. Sebagian besar orang menderita epilepsi ringan (seperti kejutan-kejutan tiba-tiba, yang sering terjadi sesaat sebelum tidur) itu diperkirakan sama dengan kelainan saraf yang menyebabkan déjà vu.
Penjelasan Berdasarkan Memori. Bannister dan Zangwill (1941) mencoba menganalisis déjà vu dengan menggunakan hypnosis pada 10 subjek penelitian. Ternyata 3 dari 10 di antaranya mengalami déjà vu. Cleary (2008) mengajukan hipotesis bahwa déjà vu merupakan bentuk dari sesuatu yang telah familiar diketahui yang disebut cripyamnesia adalah susuatu yang telah dipelajari namun tidak disimpan baik di otak, namun pada suatu waktu memori dalam “membukanya” kembali tanpa kendali kita juga merupakan hipotesis penyebab terjadinya déjà vu.
Hubungan Dengan Obat-Obatan.Taiminen dan Jääskeläinen (2001) menemukan bahwa pengkonsumsian amantadine dan fenolpropanolamine secara bersama-sama untuk meredakan gejala flu bisa memicu terjadinya “gangguan” pada otak dan menyebabkan gejala-gejala déjà vu.
Pengertian Déjà Vu dilihat dari sudut pandang mistik dan agama
Suatu ketika, di saat sedang bergerak, duduk atau melakukan apapun, secara tiba-tiba saja seseorang merasa terkejut. Entah ada kesadaran apa yang menghentak alam sadar manusia tersebut. Yang ia rasakan adalah keheranan. Sebab, ia seperti sedang melakukan sesuatu yang pernah dialami, namun entah kapan waktunya, dia sendiri tidak tahu. Peristiwa yang dialami orang tersebut benar-benar seperti yang pernah dia alami pada waktu yang entah kapan. Peristiwa inilah yang biasa disebut sebagai deja vu. Hal ini bukanlah sebuah keanehan, tetapi merupakan sesuatu yang wajar, sesuatu yang dialami banyak orang.Sebagian orang ada yang mengaitkan deja vu ini dengan mistis namun ada juga yang logis, sehingga ada pula yang menyatakan bahwa déjà vu itu merupakan fakta yang logis-agamis.
Segala sesuatu dalam kehidupan ini sudah ditakdirkan sejak azali, sebagaimana dalam hadis yang shohih bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan adalah pena, kemudian Allah memerintahkan pena itu menuliskan segala peristiwa yang terjadi sampai datangnya hari kiamat atau sampai kehidupan berakhir, sampai hal yang mendetail sekalipun. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa saat seorang janin berada dalam kandungan, ia diberi tahu tentang takdirnya atau segala sesuatu yang akan dia jalani dalam kehidupannya.
Takdir merupakan lorong waktu, segala sesuatu sudah ada dan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, hanya bisa menunggu waktu mana yang akan dijalani. Jadi, seperti yang sering terlihat dalam film-film fiksi, seandainya saja manusia dapat menembus lorong waktu (ini tidak akan mungkin terjadi), maka manusia tersebut dapat melihat peristiwa yang terjadi di masa yang akan datang ataupun masa yang sudah lewat. Kenapa manusia tercipta tidak dapat menembus lorong waktu, sebab ini adalah salah satu kekuasaan yang hanya dimiliki oleh Tuhan saja, manusia dan makhluk lain tidak akan sanggup menembus lorong waktu. Jangankan menembus, memahami esensi waktu saja manusia belum sanggup.
Dimensi waktu adalah dimensi yang dikuasai Tuhan saja. Dan Tuhan mengetahui semua peristiwa yang sudah, sedang dan akan terjadi, sebab Ia Maha Mengetahui Segala Sesuatu, karena itu pula lorong waktu itu memang ada, hanya saja manusia tidak diberikan wewenang untuk masuk dan berpindah-pindah sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.
Lalu, apa hubungannya deja vu, lorong waktu dan deja vu merupakan fakta yang logis agamis? Sebenarnya ketika manusia mengalami déjà vu, harusnya manusia itu menyadari bahwa peristiwa yang sedang terjadi itu sudah ditentukan dan memang sudah ada sejak azali. Sebenarnya hal itu merupakan “bocoran” takdir, namun bocorannya bukan mengenai masa depan namun masa di mana manusia sedang mengalami waktu, dan hal itu merupakan sesuatu yang logis. Orang yang tidak meyakini ini tentu bisa dikatakan orang yang mengingkari takdir dan kekuasaan Tuhan yang Maha Mengetahui.
Déjà vu ini juga dapat berkaitan dengan reinkarnasi, yakni suatu kepercayaan bahwa seseorang dapat lahir kembali dalam jati diri yang berbeda setelah ia mati.. Misalnya, jika sedang bertemu seorang lelaki yang sepertinya kenal, tapi sebenarnya tidak pernah mengenal dia. Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa sebenarnya sosok lelaki itu sebenarnya telah berhubungan dekat di kehidupan yang dulu. Atau memang sesuatu yang telah tidak asing di kehidupan yang lalu kini juga menjadi sesuatu yang tidak asing lagi. Atau juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap tidak asing, padahal sama sekali belum pernah terjadi. Hal itu juga dapat disebabkan hal itu pernah kita alami pada kehidupan sebelumnya.
Reinkarnasi dalam ajaran Buddha adalah suatu proses untuk mencapai kesempurnaan. Jika masih jahat, tentu tidak akan sempurna. Karena itu, jika gagal dalam kehidupan yang sekarang, maka di kehidupan berikutnya dia akan mendapatkan karma akan kegagalannya. Demikian juga jika sukses, kehidupan berikutnya dia juga akan mendapatkan karma yang baik. Reinkarnasi juga sering dihubungkan dengan kehidupan paralel, misalnya si A pernah merasa bertemu dengan si B, namun si B merasa tidak pernah bertemu dengan si A. Jadi, kehidupan yang sedang dijalani sekarang ini adalah karma dari kehidupan yang sebelumnya. Manusia bereinkarnasi untuk memperbaiki kehidupan sebelumnya agar mencapai kesempurnaan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar