Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Roy Sparringa kepada Harian Terbit di Jakarta, Rabu (24/6/2015), mengemukakan, sepanjang Ramadhan penjualan makanan dan minuman mengandung zat berbahaya meningkat. Sementara DKI Jakarta menduduki peringkat pertama takjil mengandung zat kimia berbahaya dari 1.500 sampel yang diuji BPOM. "Masyarakat untuk mewaspadai makanan takjil berbuka puasa. Sebabnya, BPOM banyak menemukan takjil yang mengandung zat kimia berbahaya seperti formalin, borax, dan pewarna tekstil. Bulan puasa ini tren makanan takjil mengandung bahan kimia meningkat. Karena apa? Peminatnya banyak," tutur Roy.
Dia menyebutkan, data pada 2014 dari seluruh Provinsi di Indonesia, DKI Jakarta menduduki peringkat pertama takjil mengandung zat kimia berbahaya dari 1.500 sampel yang diuji BPOM. Persentasenya tertinggi di Indonesia, yakni mencapai 21 persen, dari 15 persen sampel yang positif mengandung zat kimia. "Makanya kita minta petugas untuk turun terus ke lapangan, memantau makanan takjil. Ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat," tegasnya.
Sejumlah bahan panganan yang mengandung zat kimia di antaranya, takjil berbahan dasar ikan, tahu, dan mi. Sementara lainnya secara spesifik disebutkan, yakni bakso, jelly, agar-agar, cendol, bubur ketan hitam, kacang hijau, kolang-kaling, mie basah, sirup, tahu, lontong, dan pempek.
Masih maraknya oknum pedagang yang menjual makanan dan minuman mengandung zat kimia, menurut Roy disebabkan oleh distribusi zat kimia tidak diawasi dan diberantas sejak dari hulu. "BPOM ini tidak punya kewenangan disana (hulu). Selama ini kita hanya jadi `tukang sapu` terus," imbuhnya.
Akibat hal itu pula, penegakan hukum yang dilakukan menjadi dilematis. Dimana, pedagang yang ditemui menjajakan panganan mengandung zat kimia ada yang dengan sengaja dan tidak sengaja. Pedagang yang tidak sengaja ini maksudnya membeli bahan olahan makanan dan minuman dari pasar yang memang sudah tercemar atau dicampur bahan kimia. "Ini masalah. Kalau pedagang itu dia terima dia jual. Kadang ada yang kita temui positif dagangannya mengandung zat kimia, tapi setelah ditelusuri berasal dari bahan olahan di pasar yang sudah dicampur dan tercemar. Makanya itu, pembenahan juga harus dari hulu," urainya.
Sementara, dalam sidaknya, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten Rano Karno menemukan takjil seperti kolang kaling, bubur pacar cina, agar-agar, dan cincau, diketahui mengandung zat berbahaya, "Alhamdulillah ditemukan, ini agar masyarakat selalu diingatkan untuk waspada dalam membeli. Kami juga mengimbau kepada BPOM agar setiap hari lakukan pengecekan ke pasar," kata Rano Karno saat melakukan inspeksi mendadak ketersediaan kebutuhan pokok di Pasar Induk Rau (PIR) Kota Serang, Selasa (23/6).
Kepala BPOM Serang Kashuri, mengatakan, timnya masih bekerja dilapangan dan mengumpulkan data-data atas hasil uji sejumlah makanan yang diduga mengandung zat berbahaya. "Tim masih di lapangan, besok baru bisa disampaikan hasil detailnya," tukas Kashuri.
BPOM Temukan Takjil Mengandung Pewarna Tekstil di Semarang
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Semarang melakukan uji makanan dan minuman takjil di Jalan Pahlawan, Semarang, Jawa tengah. Dari 15 sampel takjil yang dibeli dari pedagang di sepanjang jalan tersebut, satu makanan jenis kerupuk terbukti mengandung bahan pewarna tekstil.
"Satu makanan jenis kerupuk positif mengandung pewarna tekstil, yakni rodamin b. Kalau kita makan, lama-lama mengakibatkan sakit pencernaan. Setelah itu merembet ke ginjal dan liver," ungkap Kepala BPOM Agus Prabowo di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (23/5/2015).
Kata Agus, BPOM selama Ramadan tahun ini sudah melakukan pemusnahan dan penyitaan produk yang dinyatakan tidak memenuhi ketentuan. Perinciannya, sebanyak 198 item makanan dalak 1.294 kemasan, 140 item obat tradisional dalam 10.922 kemasan, dan 390 item kosmetika dengan 13.695 kemasan dinyatakan tidak memenuhi ketentuan. "Nilai produk yang diamankan berjumlah Rp 388 juta lebih. Kepada pemilik, kita berikan peringatan agar tidak mengulangi perbuatan," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar